Kamis, 27 November 2014

Simak Tahapan Berkarier sebagai "Chef" Profesional

Dulu profesi sebagai koki (chef) profesional kurang diminati, sekarang banyak generasi muda berlomba-lomba menjadi koki terbaik lewat pendidikan profesional yang mumpuni.

Meningkatnya popularitas profesi chef, tak bisa dimungkiri disebabkan oleh sejumlah tayangan masa memasak, tayangan kompetisi memasak, dan sebagainya di televisi.

Beberapa waktu lalu, Kompas Female berhasil mewawancara dua orang chef profesional, chef Vindex Tengker, Executive Chef di Dharmawangsa Hotel, dan Chef Stefu Santoso, Executive Chef di APREZ Catering & AMUZ Gourmet Restaurant.

Perlu Anda ketahui bahwa Executive Chef adalah jabatan atau level tertinggi dari karier seorang koki profesional.

Chef Stefu menjelaskan bahwa untuk menjadi seorang chef  berbakat dan andal, seseorang tidak harus sekolah khusus. Namun, secara umum biasanya chef berasal dari sekolah perhotelan atau culinary school. "Kalau zaman dahulu, orang akan masuk perhotelan, baru mereka memilih jurusan kitchen. Kemudian, mereka akan diberi kesempatan untuk praktek kerja di lapangan, biasanya enam bulan. Hal tersebut bertujuan untuk mahasiswa merasakan bekerja di industri kuliner," ujar Chef Stefu.

Untuk mencapai posisi Exceutive Chef, Stefu mengatakan bahwa tiap chef tentunya memiliki tahapan yang berbeda. Tergantung dari tempat chef tersebut bekerja.

Hal senada juga diungkapkan oleh Chef Vindex yang telah 25 tahun menjalani profesi sebagai koki profesional.  

"Untuk menjadi seorang chef diperlukan ketrampilan, kemampuan, disamping passion yang lebih karena sekarang saingan sangat banyak,” ujarnya.

Untuk menjadi chef profesionalchef Vindex mengatakan setiap orang harus memulai dari tingkat terbawah, dengan masing-masing tingkat menghabiskan waktu minimal dua tahun.

"Pertama masuk, biasanya seseorang akan menajdi cook helper, yakni yang membantu bagian potong memotong bahan masakan. Kemudian, akan masuk menjadi Chef de Partie atau juru masak senior, dilanjutkan dengan level chef yang manajerial yakni sous chef, masuk lagi menjadi level head chef, kemudian executive chef. Jadi, butuh waktu setidaknya 8 hingga 10 tahun. Itu pun bila kariernya lancar. Sebab, hotel tentunya memiliki banyak pekerja. Seseorang harus dapat sangat menonjol, " ujarnya.

Chef Vindex menyebutkan bahwa yang ia contohkan sebelumnya, bisa naik masing-masing tingkatan chef hanya dalam waktu 2 tahun, sebenarnya sudah sangat beruntung. Hal ini dibenarkan oleh Chef Stefu, "Hotel besar tingkatan kariernya akan semakin tinggi. Terkadang kita berada di properti yang tak tepat ketika terlalu ramai saingan dan tak ada kesempatan."

Chef Vindex sendiri menyarankan, bagi seorang yang ingin menjadi seorang chef profesional untuk pintar mengembangkan diri dalam bidangnya. “Penting bagi chef untuk terus belajar, menimba ilmu, melihat tren yang ada, eksposure diri, serta selalu siap untuk tantangan yang datang,” imbuh Vindex.

"Profesi chef sekarang sangat menjanjikan, tapi kembali lagi tergantung dari performa, reputasi, skill, maka otomatis orang akan menghargai kita dari sisi jabatan maupun gaji," terang Stefu.

Bersumber dari : female.kompas

Kamis, 20 November 2014

Aku Rapopo: Jokowi Berdiri Para Mantan Presiden Duduk

Sapta Pesona, karya Budi Barnabas
Para mantan Presiden Republik Indonesia (alm) Soekarno, (alm) Soeharto, BJ. Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono sedang duduk melingkar, dan di luar area mantan presiden itu, Presiden Joko Widodo berdiri dengan posisi tangannya ngapurancang, sambil tersenyum.

Adegan tersebut merupakan visual dari karya seni rupa dalam bentuk patung yang diberi judul “Sapta Pesona’ karya Budi Barnabas yang dipamerkan pada 11-19 November 2014 di Bentara Budaya Yogyakarta, Jalan Suroto 2, Kotabaru. Selain karya ini, masih ada 3 karya patung lainnya yang dipamerkan.

Pameran seni rupa tiga dimensi dari kelompok ‘Buto Cakil” dengan menyajikan tiga karya rupa yang diberi tajuk ‘Aku Rapopo’, tampaknya merespon situasi politik negeri kita. Kisah Jokowi dan para mantan presiden yang sedang duduk adalah salah satu bentuk dari respon kultural dari situasi politik.

Mungkin, sambil tersenyum, Jokowi berbisik pada para mantan presiden bahwa dia ‘ora popo’ (tidak apa-apa) berada di luar mereka. Karena Jokowi akan mengambil langkah lain dari apa yang (sudah) mereka lakukan. Maka, pilihan Jokowi berada di luar area sambil berdiri, mungkin menandakan ia akan meninggalkan para mantan itu.

Sangkan Paran karya Martopo
Sedangkan ‘Sangkan Paran’ karya Martopo menyajikan visual seorang perempuan hamil sedang tidur. Mungkin hendak melahirkan. Posisi tidurnya melayang sehingga terlihat bahwa perempuan hamil tersebut tidak menyentuh tempat tidur. Antara tubuh dan tempat tidur ada jarak yang memisahkan.

Barangkali, melalui karya ini, perupanya hendak menyampaikan sesuatu hal mengenai kehidupan, yang memiliki jarak antara yang tampak dan tidak tampak, tetapi keduanya menyatu. Persis seperti bayi dalam kandungan, yang menyatu dengan ibunya, tetapi sesungguhnya berjarak: bayi dan kehidupan di luar kuasa perempuan yang mengandung.

Dalam kata lain, ‘Sangkan Paran’ berkisah mengenai misteri kehidupan yang tak pernah bisa dimasuki, tetapi orang selalu berusaha untuk mengenalinya, dan setiapkali akan memasukinya, selalu saja tak ada ruang yang bisa dimasuki. Karena itu, Martopo menyajikan karya dalam jarak antara manusia dan bumi.

Anak-anak Sapi karya Amboro Liring

Karya yang lain berjudul ‘Anak-anak Sapi’ oleh Amboro Liring, menyajikan seekor sapi dan anak-anak sedang menetek sapi. Jadi, anak-anak sapi yang disajikan bukan berupa pedhet, nama anak sapi, melainkan beberapa bocah yang akrab dengan seekor sapi. Agaknya, Amboro sedang berbisik, bahwa anak-anak zaman sekarang dibesarkan bukan dengan ASI, melainkan susu pabrik.

Pameran seni rupa tiga dimensi dengan tajuk ‘Aku Rapopo’ ini mencoba merespon gejala sosial politik tanpa heroisme, namun sangat artistik. Tak ada gejolak dan kemarahan, tetapi tidak sepi dari sindiran. Para perupa dari Kelompok ‘Buto Cakil’ ini tidak mengajak marah melihat gejala sosial politik yang ruwet, tapi malah mengajak tersenyum dan tidak menghilangkan sikap kritis.

Karya-karya yang dipamerkan ini sarat dengan kritik sosial, tetapi tidak jatuh dalam sinisme. Mengambil formula tema yang akrab dan dikenal luas, yakni ‘Aku Rapopo’ adalah upaya untuk menunjukkan bahwa permasalahan yang digulirkan merupakan milik kita bersama, termasuk misteri hidup pada “Sangkan Paran’.

Melalui karya seni kritik bisa disampaikan dengan penuh estetis dan orang akan merasa nyaman melihatnya serta tidak merasa diprovokasi dan ‘Aku Rapopo’ rasanya mengena dari segi itu.

Bersumber dari : Tembi Rumah Budaya