Minggu, 25 Januari 2015

LSPR Gelar Pertunjukan Teater Empat Panggung Bersamaan

Empat set panggung museum

Empat cerita rakyat yang disajikan dalam 4 stage design yang berbeda selama sekitar satu jam, dihadirkan dalam konsep museum oleh mahasiswa dan mahasiswi London School of Public Relations (LSPR) Batch 16.

Pertunjukan pada Kamis, 22 Januari 2015, itu berhasil meraih Rekor Muri sebagai “Pertunjukan Teater Dengan Konsep Museum Pertama Kali Di Indonesia.” Pertunjukan yang dilangsungkan di Prof Dr Djajusman Auditorium Performance Hall, Campus B, London School of Public Relations Jakarta ini terdiri dari delapan sesi pilihan jam.

Display empat judul pertunjukan yang sedang berlangsung

Lakon yang mereka tampilkan mengambil cerita rakyat yang sudah tak asing lagi seperti, Bawang Merah Bawang Putih, Keong Emas, Timun Emas, dan Si Raja Tidur. LSPR berhasil membuat konsep menarik dari suatu pertunjukan teater yang belum pernah ada di Jakarta.

Naskah dan Foto: Beatrix R Imelda - Tembi Rumah Budaya


Kamis, 08 Januari 2015

Nikmat Pedas Mi Tarempa Anambas



Di atas piring tersuguh mi kuning berbalur bumbu cabai bertabur potongan ikan tongkol kering dan taoge mentah. Itulah mi tarempa sajian kuliner khas Tarempa, ibu kota Kabupaten Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau, yang dikelilingi 255 pulau ini. Sembari memandang lautan yang menghampar luas, mari menikmati mi tarempa.

Mi tarempa ditemui di warung-warung makan di Tarempa, termasuk di ibu kota Kepulauan Riau, Tanjung Pinang, lebih kurang 18 jam perjalanan laut dari Anambas. Di Tanjung Pinang terdapat beberapa warung makan dan restoran yang bahkan menyajikan mi tarempa sebagai menu utama meski dengan sedikit modifikasi dari menu aslinya. Mi tarempa yang kondang ini juga mudah ditemukan di warung-warung makan di Batam, satu jam perjalanan laut menggunakan feri dari Tanjung Pinang.

Agak berbeda dengan mi di Jawa, mi tarempa menggunakan mi berbentuk pipih berwarna kuning. Mi yang pada umumnya dibuat sendiri itu dimasak dengan campuran bumbu cabai untuk menghasilkan cita rasa pedas menggigit. Tidak usah cemas, derajat kepedasan mi tarempa dapat disesuaikan dengan tingkat ketinggian nyali seseorang terhadap makanan pedas.

Di Rumah Makan Mi Tarempa di Tanjung Pinang tersaji mi tarempa yang menggunakan sedikit kecap manis. Paduan kecap manis dengan bumbu cabai nan pedas menghasilkan paduan rasa manis-pedas. Sensasi pedas yang muncul sesaat mengunyah lembar-lembar mi tarempa yang berbalur cabai merah benar-benar menggigit lidah. Potongan ikan tongkol berukuran kecil di antara lembar-lembar mi menyumbang cita rasa gurih.

Taoge mentah yang segar, taburan bawang goreng, dan potongan daun bawang atau daun seledri menjadi pelengkap yang semakin menggugah cita rasa. Mi tarempa semakin lengkap disantap dengan acar cabai rawit hijau. Ibarat pepatah Jawa ”kapok lombok”, satu sendok mi tarempa yang pedas tidak akan membuat kapok. Satu sendok mi tarempa akan disusul sendok-sendok selanjutnya.

Berlimpah

Pengelola Rumah Makan Mi Tarempa, Anna (45), menuturkan, ikan tongkol menjadi pelengkap mi tarempa karena di daerah asalnya, yaitu Anambas, ikan tongkol berlimpah. Selain digunakan sebagai pelengkap mi tarempa, ikan tongkol Anambas juga disajikan dalam berbagai sajian. Ikan tongkol, antara lain, hadir dalam nasi gadang, lempa atau lemper berisi abon ikan tongkol bercita rasa pedas, serta ngo hiang ikan berupa ikan tongkol cincang yang dimasak dengan tepung sagu, lalu dibungkus dengan kembang tahu dan digoreng. Ketiga makanan berbahan ikan tongkol ini oleh masyarakat setempat dikenal sebagai makanan pembuka atau serupa dengan makanan ringan.

KOMPAS/DWI AS SETIANINGSIH Nasi gadang dan luti gedang alias roti goreng menjadi pelengkap di Rumah Makan Mie Tarempa khas Anambas di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau.
”Nasi gadang ini kalau di Jawa seperti nasi kucing. Porsinya kecil, disajikan dengan cara dibungkus daun pisang,” kata Anna. Makanan-makanan ringan ini biasanya disantap pada pagi hari atau disediakan di rumah makan sebagai sajian sembari menunggu makanan pesanan terhidang di meja. Menurut Fitri (36), warga Tanjung Pinang, mi tarempa digemari masyarakat setempat karena cita rasa pedas yang cocok sebagai sarapan, makan siang, atau makan malam.

Meski demikian, mi tarempa dengan cita rasanya yang asli, kata Fitri, hanya bisa ditemukan di Tarempa. Di daerah tempat mi tarempa lahir, mi tarempa disajikan dengan olahan yang sedikit berbeda. Di Desa Air Sena, Kecamatan Siantan Tengah, Kabupaten Kepulauan Anambas, mi tarempa disajikan tanpa kecap manis. Cita rasanya sedikit berbeda meski tidak mengurangi kenikmatan mi tarempa. Potongan ikan tongkol yang menurut Anna sangat berlimpah di Anambas justru diganti dengan potongan sotong.

Pemilik warung makan, A Liong (43), mengatakan, ikan tongkol di dalam mi tarempa bisa diganti apa saja, termasuk sotong. ”Kalau tidak suka dengan ikan atau jenis makanan laut lain bisa saja diganti dengan daging ayam. Tapi, di sini memang sulit mendapatkan daging ayam karena lebih banyak ikan,” ujar A Liong.

Ke Anambas, santaplah mi tarempa sampai tandas.

DWI AS SETIANINGSIH - travel.kompas


Kamis, 04 Desember 2014

Perusahaan Ini Buat Peternakan Jangkrik hingga Camilan dari Jangkrik



Seorang wirausaha muda asal Kanada, Darren Goldin memiliki usaha peternakan bernama Next Millenium Farms. Tidak seperti kebanyakan peternakan, Darren dan dua saudara lelakinya berternak jangkrik untuk dikonsumsi.

Awalnya ia memberitahu ide ini dengan beberapa temannya, namun idenya dianggap cukup gila. Ibunya mendoakan agar dia sukses tetapi berjanji tidak akan pernah memakan produk yang dibuatnya.

Next Millenium Farms, satu-satunya peternakan jangkrik di Kanada, berlokasi di Campbellford, Ontario. Perusahaan ini sudah mulai beroperasi sekitar satu tahun.

Jangkrik-jangkrik diternak dalam sebuah tempat yang cekung dengan pencahayaan yang redup. Ada sekitar 30 juta ekor di sana, jangkrik betina menaruh 200 telur dalam satu waktu, dan setiap telur memerlukan 8 hingga 10 hari untuk dierami.

Darren Goldin sudah berpengalaman dalam berternak jangkrik untuk pakan hewan. Ia belajar dari sebuah artikel yang dibuat United Nation tentang proyeksi kurangnya bahan pangan.

Dalam laporan tersebut, serangga dianggap menjadi sumber pangan yang sehat dan bisa dijadikan alternatif vitamin bahkan setara dengan sumber protein pokok seperti daging ayam, daging sapi, dan ikan.

Darren melihat sebuah kesempatan dan ia tertarik untuk mencoba usaha berternak serangga. Pilihannya jatuh pada jangkrik.

“Setiap minggu kami mampu memproduksi 1000 hingga 2000 kg jangkrik mentah. Sekitar 80% produksi jangkrik kami diolah menjadi tepung jangkring berprotein tinggi. Kami menjualnya untuk beberapa perusahaan yang biasanya menggunakan tepung tersebut menjadi olahan seperti tortilla chips, muffin, dan sebagainya. Kami terus berusaha mempertahankan permintaan pasar.” ujarnya

Harga 500 gran tepung jangkrik $40 (Rp. 492.000). Jangkrik yang tersisa tetap kami olah menjadi snack dan dijual melalui website seperti 'Bug Bistro', snack jangkrik enak yang tersedia dalam tiga rasa: Moroccan, Honey Mustard, dan Barbacue.

Meningkatnya produksi serangga sebagai bahan pangan mampu meraih laba hingga US$25 juta di Amerika bagian utara, dan olahan jangkrik menempati penjualan tertinggi. Darren mengungkap permintaan meningkat pesat, Next Millenium Farms butuh waktu sekitar tiga bulan untuk memperoleh 100 pesanan pertama untuk tepung jangkrik saat peternakan tersebut dibuka, dan kini ia berhasil mencatat lebih dari 100 pesanan per bulan.

Darren mempekerjakan 8 orang pekerja full-time dan 5 orang pekerja paruh waktu. Mereka melakukan pekerjaan mulai dari pemrosesan daging hingga menjadi olahan.

Alasannya membuka peternakan jangkrik adalah untuk membantu lingkungan sekitar.

“Sumber daya di bumi ada untuk memproduksi makanan bagi populasi yang ada. Jika Anda memperhatikan sekitar, masih banyak daerah yang mengalami kekeringan dan kekurangan air. Sama halnya dengan pangan, di luar sana masih banyak terjadi kelaparan dan kurangnya bahan kuliner.” ujar Darren.

Jangkrik memerlukan bahan pangan sebanyak 1 kg untuk memproduksi 500 gram daging. Sedangkan hewan babi memerlukan pangan sebanyak 2,5 kg hanya untuk menghasilkan dagingnya sebanyak 500 gram. Sapi butuh 5 kg pakan untuk menghasilkan 500 gram daging sapi.

“Kemampuan kita dalam memproduksi sumber protein untuk memberi pangan di dunia akan jauh lebih luas jika kita bisa mengubah cara berternak,” tutur Darren seperti dikutip www.cbc.ca (29/11).

Serangga hanya membutuhkan kira-kira sepuluh takaran air sama halnya dengan ayam, sapi, dan babi untuk memproduksi jumlah protein yang sama.

Populasi di bumi semakin berkembang, dan kita tidak punya pilihan kecuali menemukan cara baru untuk memproduksi protein untuk menyokong jumlah protein yang diperlukan populasi di planet ini.

Christina Ambarrita - detikFood

Kamis, 27 November 2014

Simak Tahapan Berkarier sebagai "Chef" Profesional

Dulu profesi sebagai koki (chef) profesional kurang diminati, sekarang banyak generasi muda berlomba-lomba menjadi koki terbaik lewat pendidikan profesional yang mumpuni.

Meningkatnya popularitas profesi chef, tak bisa dimungkiri disebabkan oleh sejumlah tayangan masa memasak, tayangan kompetisi memasak, dan sebagainya di televisi.

Beberapa waktu lalu, Kompas Female berhasil mewawancara dua orang chef profesional, chef Vindex Tengker, Executive Chef di Dharmawangsa Hotel, dan Chef Stefu Santoso, Executive Chef di APREZ Catering & AMUZ Gourmet Restaurant.

Perlu Anda ketahui bahwa Executive Chef adalah jabatan atau level tertinggi dari karier seorang koki profesional.

Chef Stefu menjelaskan bahwa untuk menjadi seorang chef  berbakat dan andal, seseorang tidak harus sekolah khusus. Namun, secara umum biasanya chef berasal dari sekolah perhotelan atau culinary school. "Kalau zaman dahulu, orang akan masuk perhotelan, baru mereka memilih jurusan kitchen. Kemudian, mereka akan diberi kesempatan untuk praktek kerja di lapangan, biasanya enam bulan. Hal tersebut bertujuan untuk mahasiswa merasakan bekerja di industri kuliner," ujar Chef Stefu.

Untuk mencapai posisi Exceutive Chef, Stefu mengatakan bahwa tiap chef tentunya memiliki tahapan yang berbeda. Tergantung dari tempat chef tersebut bekerja.

Hal senada juga diungkapkan oleh Chef Vindex yang telah 25 tahun menjalani profesi sebagai koki profesional.  

"Untuk menjadi seorang chef diperlukan ketrampilan, kemampuan, disamping passion yang lebih karena sekarang saingan sangat banyak,” ujarnya.

Untuk menjadi chef profesionalchef Vindex mengatakan setiap orang harus memulai dari tingkat terbawah, dengan masing-masing tingkat menghabiskan waktu minimal dua tahun.

"Pertama masuk, biasanya seseorang akan menajdi cook helper, yakni yang membantu bagian potong memotong bahan masakan. Kemudian, akan masuk menjadi Chef de Partie atau juru masak senior, dilanjutkan dengan level chef yang manajerial yakni sous chef, masuk lagi menjadi level head chef, kemudian executive chef. Jadi, butuh waktu setidaknya 8 hingga 10 tahun. Itu pun bila kariernya lancar. Sebab, hotel tentunya memiliki banyak pekerja. Seseorang harus dapat sangat menonjol, " ujarnya.

Chef Vindex menyebutkan bahwa yang ia contohkan sebelumnya, bisa naik masing-masing tingkatan chef hanya dalam waktu 2 tahun, sebenarnya sudah sangat beruntung. Hal ini dibenarkan oleh Chef Stefu, "Hotel besar tingkatan kariernya akan semakin tinggi. Terkadang kita berada di properti yang tak tepat ketika terlalu ramai saingan dan tak ada kesempatan."

Chef Vindex sendiri menyarankan, bagi seorang yang ingin menjadi seorang chef profesional untuk pintar mengembangkan diri dalam bidangnya. “Penting bagi chef untuk terus belajar, menimba ilmu, melihat tren yang ada, eksposure diri, serta selalu siap untuk tantangan yang datang,” imbuh Vindex.

"Profesi chef sekarang sangat menjanjikan, tapi kembali lagi tergantung dari performa, reputasi, skill, maka otomatis orang akan menghargai kita dari sisi jabatan maupun gaji," terang Stefu.

Bersumber dari : female.kompas

Kamis, 20 November 2014

Aku Rapopo: Jokowi Berdiri Para Mantan Presiden Duduk

Sapta Pesona, karya Budi Barnabas
Para mantan Presiden Republik Indonesia (alm) Soekarno, (alm) Soeharto, BJ. Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono sedang duduk melingkar, dan di luar area mantan presiden itu, Presiden Joko Widodo berdiri dengan posisi tangannya ngapurancang, sambil tersenyum.

Adegan tersebut merupakan visual dari karya seni rupa dalam bentuk patung yang diberi judul “Sapta Pesona’ karya Budi Barnabas yang dipamerkan pada 11-19 November 2014 di Bentara Budaya Yogyakarta, Jalan Suroto 2, Kotabaru. Selain karya ini, masih ada 3 karya patung lainnya yang dipamerkan.

Pameran seni rupa tiga dimensi dari kelompok ‘Buto Cakil” dengan menyajikan tiga karya rupa yang diberi tajuk ‘Aku Rapopo’, tampaknya merespon situasi politik negeri kita. Kisah Jokowi dan para mantan presiden yang sedang duduk adalah salah satu bentuk dari respon kultural dari situasi politik.

Mungkin, sambil tersenyum, Jokowi berbisik pada para mantan presiden bahwa dia ‘ora popo’ (tidak apa-apa) berada di luar mereka. Karena Jokowi akan mengambil langkah lain dari apa yang (sudah) mereka lakukan. Maka, pilihan Jokowi berada di luar area sambil berdiri, mungkin menandakan ia akan meninggalkan para mantan itu.

Sangkan Paran karya Martopo
Sedangkan ‘Sangkan Paran’ karya Martopo menyajikan visual seorang perempuan hamil sedang tidur. Mungkin hendak melahirkan. Posisi tidurnya melayang sehingga terlihat bahwa perempuan hamil tersebut tidak menyentuh tempat tidur. Antara tubuh dan tempat tidur ada jarak yang memisahkan.

Barangkali, melalui karya ini, perupanya hendak menyampaikan sesuatu hal mengenai kehidupan, yang memiliki jarak antara yang tampak dan tidak tampak, tetapi keduanya menyatu. Persis seperti bayi dalam kandungan, yang menyatu dengan ibunya, tetapi sesungguhnya berjarak: bayi dan kehidupan di luar kuasa perempuan yang mengandung.

Dalam kata lain, ‘Sangkan Paran’ berkisah mengenai misteri kehidupan yang tak pernah bisa dimasuki, tetapi orang selalu berusaha untuk mengenalinya, dan setiapkali akan memasukinya, selalu saja tak ada ruang yang bisa dimasuki. Karena itu, Martopo menyajikan karya dalam jarak antara manusia dan bumi.

Anak-anak Sapi karya Amboro Liring

Karya yang lain berjudul ‘Anak-anak Sapi’ oleh Amboro Liring, menyajikan seekor sapi dan anak-anak sedang menetek sapi. Jadi, anak-anak sapi yang disajikan bukan berupa pedhet, nama anak sapi, melainkan beberapa bocah yang akrab dengan seekor sapi. Agaknya, Amboro sedang berbisik, bahwa anak-anak zaman sekarang dibesarkan bukan dengan ASI, melainkan susu pabrik.

Pameran seni rupa tiga dimensi dengan tajuk ‘Aku Rapopo’ ini mencoba merespon gejala sosial politik tanpa heroisme, namun sangat artistik. Tak ada gejolak dan kemarahan, tetapi tidak sepi dari sindiran. Para perupa dari Kelompok ‘Buto Cakil’ ini tidak mengajak marah melihat gejala sosial politik yang ruwet, tapi malah mengajak tersenyum dan tidak menghilangkan sikap kritis.

Karya-karya yang dipamerkan ini sarat dengan kritik sosial, tetapi tidak jatuh dalam sinisme. Mengambil formula tema yang akrab dan dikenal luas, yakni ‘Aku Rapopo’ adalah upaya untuk menunjukkan bahwa permasalahan yang digulirkan merupakan milik kita bersama, termasuk misteri hidup pada “Sangkan Paran’.

Melalui karya seni kritik bisa disampaikan dengan penuh estetis dan orang akan merasa nyaman melihatnya serta tidak merasa diprovokasi dan ‘Aku Rapopo’ rasanya mengena dari segi itu.

Bersumber dari : Tembi Rumah Budaya

Senin, 13 Oktober 2014

Bebek Bakar/Goreng Bumbu Melayu: Tidak Amis, Rendah Kolesterol



Menu bebek di dunia kuliner mungkin sudah bukan barang asing. Kuliner berbahan baku daging unggas yang senang hidup dekat air ini banyak ditampilkan dengan berbabagai variasi. Baik variasi dalam mengolah, memberi bumbu, maupun dalamn penampilan ketika disajikan. Dari semua hal itu, mungkin yang menjadi persoalan utama dalam olah-mengolah bebek adalah pada faktor bau amis, sedikit ”wengur” (apek-langu), dan kandungan lemaknya yang cukup banyak dibandingkan dengan daging ayam kampung. Faktor lemak dan bau amis/wengur bebek inilah yang sering menjadi kendala bagi para pengolah daging bebek.

Akan tetapi bagi Rumah Makan Bebek Bumbu Melayu hal ini tampaknya justru menjadi tantangan sekaligus peluang. Dengan mengandalkan 13 jenis rempah-rempah Rumah Makan Bumbu Melayu yang berpusat di Pekanbaru, Riau ini berani melangkahkan kaki membuka cabangnya di Jawa. Cabang-cabang Rumah Makan Bumbu Melayu di Jawa ini berada di Jl. Parangtritis Km 9, Sewon, Bantul, Yogyakarta. Cabang lainnya berada di Jl. Wonogiri-Sengon, batas kota Wonogiri, Jl. Yosodipuran 84, Mangkubumen, Surakarta, dan Jl. Fatmawati 37, Pedurungan, Semarang.

Kecuali mengandalkan bumbu rempah sebanyak 13 jenis, Rumah Makan Bebek Bumbu Melayu ini juga menawarkan paket-paket yang cukup murah. Paket yang cukup populer di rumah makan ini adalah Paket Q Beek yang berisikan nasi putih, lalapan, sambel melayu, dan minuman jus beras kencur. Paket Q Beek ini dibanderol dengan harga Rp 15.000,-.



Oleh karena paketnya cukup murah Tembi pun mencoba paket Q Beek ditambah dengan dua menu: Tempe Penyet dan Terong Penyet dengan harga untuk keduanya adalah Rp 8.000,-. Oh iya, Tembi masih minta tambahan segelas Air Putih untuk menetralkan rasa di lidah.

Ketika Tembi mencoba menyuwir ’mencabik’ daging paha atas bebek yang disajikan memang terasa cukup empuk. Demikian pun ketika dikunyah. Tembi mencoba mengendus aroma daging bebek yang disajikan; ternyata memang tidak amis/wengur. Rahasianya karena daging bebek telah direndam dalam 13 jenis rempah dalam waktu hampir semalaman. Perendaman dan perebusan daging dengan rempah semacam itu mampu meluruhkan kandungan lemaknya yang memang memberikan aroma amis/wengur khas bebek. Sekaligus juga dengan perendaman semacam itu kadar kolesterol yang cukup tinggi di dalam daging bebek ikut terluruhkan.

Dengan demikian daging yang disantap Tembi kelihatan tampil lebih langsing atau ringkes. Mungkin bisa pula dikatakan lebih atletis atau seksi. Tampilannya sungguh berbeda dengan daging ayam potong yang lazim dibuat menjadi ayam goreng ”fried chicken”. Ketika Tembi menyoba mencicip rasa daging bebek ini ternyata memang empuk. Sekalipun demikian tidak ”moprol” ’gampang hancur’. Tekstur daging bebeknya masih cukup terasa. Agak sulit menemukan faktor rempah apa yang cukup dominan dalam rasa daging bebek bumbu Melayu ini. Tampaknya semua unsur rempah memang menyatu. Hanya mungkin, unsur rasa manis dan sedikit asin yang padu dalam takaran yang cukup pas memang masih tetap mendominasi. Mungkin hal itu disebabkan oleh bumbu kecap, gula, dan garamnya.

Faktor lain yang cukup menonjol dalam suguhan ini adalah sambal Melayu-nya yang khas pedasnya. Pedasnya cukup sengit. Bagi yang tidak tahan pedas sebaiknya tidak buru-buru mencocol atau mencolek sambalnya dalam jumlah banyak karena lidah dan perut bisa minta ampun.



Untuk Tempe Penyetnya memang terkesan bersahaja. Namun sambalnya tetap melecut lidah. Mungkin yang agak tidak biasa bagi orang Jawa adalah Terong Penyetnya yang digoreng relatif cukup kering sehingga pinggiran terong yang diiris melintang tipis terasa krispi.

Jus beras kencurnya mungkin juga terasa istimewa karena jus kencur ini menggunakan sirup dan perasan jeruk nipis. Jadi, rasa dan aroma beras kencurnya terasa beda dengan beras kencur tradisional bikinan para bakul jamu. Jus beras kencur di sini terasa lebih asam dan aroma kencurnya terasa agak tenggelam oleh aroma sirupnya. Untuk lebih mengenal aneka masakan khas Nusantara tidak ada jeleknya mencoba mencicipi Bebek Bumbu Melayu yang dikomandoi oleh Andi Wijaya sejak 1988 ini.

Bersumber dari : Tembi Rumah Budaya

Jumat, 19 September 2014

Bakso Kobis Dan Es Campur



Di Yogya mudah sekali menemukan warung yang menyediakan kuliner bakso. Bahkan bakso keliling, yang menjumpai atau mencari pembeli dengan masuk kampung keluar kampung dilakukan oleh penjual bakso. Kebanyakan warung bakso buka siang hari, setidaknya mulai jam 10 pagi sampai sore. Karena malam hari, biasanya, atau kebanyakan warung bakmi yang gampang dijumpai.

Ada warung bakso yang sudah memiliki pelanggan,atau setidaknya dikenal, sehingga warungnya sudah puluhan tahun melayani pelanggan, bahkan telah ditersukan oleh anaknya. Dalam kata lain, warung bakso diteruskan generasi kedua, karena generasi pertama, yang merintis warung bakso sudah meninggal. Maka, anaknya yang menggantikan, seperti warung bakso, yang namanya ‘Warung Bakso Kobis Pak Tris” di Kridosono, Yogyakarta.



‘Warung Bakso Kobis” ini sudah lama membuka warungnya di Kridosono, sekitar 30 tahun yang lalu. Dikenal sebagai bakso kobis, karena baksonya menyertakan kobis, selain tentu saja bakmi dan daging.

“Sejak saya belum lahir warung bakso ini sudah ada, dan diteruskan oleh anaknya” kata seorang anak muda yang melayani ‘kuliner Tembi”

“Kamu lahir tahun berapa?” tanya ‘kuliner Tembi’

“Tahun 1985” jawabnya

Di kompleks Kridosono, Kotabaru, Yogyakarta, ada sejumlah warung yang membuka dengan bermacam menu, seperti soto ayam kampung, soto sapi, lotek dan gado2, bakmi, es campur dan bakso kobis merupakan salah satu warung yang ada di kompleks ini. Masing-masing warung menggunakan satu kios yang terbuka, sehingga masing-masing warung saling terhubung. Orang bisa memesan bakso dan mengambil tempat duduk di warung soto, atau warung es, demikian pula sebaliknya. Duduk di warung bakso bisa memesan soto, lotek dan seterusnya. Pendek kata, warung di kompleks Kridosono, Kotabaru, Yogyakarta saling mengisi satu dengan lainnya.

Berulangkali ‘kuliner Tembi’ mampir di warung ‘Bakso Kobis Pak Tris’ dan pesannya selalu sama, bakso kuah dilengkapi nasi putih dan minumnya es campur buah, tetapi tanpa es, sehinggga menjadi minuman buah.

Kamis siang (9/8) lalu, “kuliner Tembi’ kembali mampir di warung ‘Bakso Kobis Pak Tris’ setelah cukup lama tidak mampir. Pesannya tidak berubah, bakso kuah, nasi putih dan minuman buah. Tiga pilihan itu, bagi ‘kuliner Tembi’ menyegarkan dan membuat kenyang. Yang menyegarkan minuman buahnya dan yang membuat kenyang bakso kuah disertai nasi. Rasa baksonya memang membuat orang ‘kangen’ untuk kembali. Harganya cukup, Rp 10.000 satu porsi. Es buahnya Rp 5.000, mungkin karena tidak dengan es. Kalau es campur buah Rp 6.000.



Es buahnya cukup lengkap, ada nangka, blewah, nanas, kelapa muda, papaya, camcau, tape ketan. apokat dan cendol. Rasanya, kalau disertai dengan es lebih nikmat. Karena ‘kuliner Tembi’ tidak minum es, maka pilihannya tanpa es, dan rasanya pun tidak kalah segar dengan yang dicampuri es.

Baksonya, kalau pesan komplit ada bakso goreng dan bakmi. Baksonya bulat cukup besar dan dagingya terasa. Campuran bakso dan irisan daging dan kuah bakso yang panas, ditambah sedikiit sambal, menjadikan ‘Bakso Kobis Pak Tris’ nikmat rasanya.

Kalau kebetulan sedang di Yogya, dan melewati kawasan Kotabaru, luangkan waktu untuk mampir di warung “Bakso Kobis Pak Tris’.

Bersumber dari : Tembi Rumah Budaya