Jumat, 23 November 2012

Waspadai 4 Gejala Berkembangnya Kanker pada Ginjal Anak


Jakarta, Penyakit kanker ginjal pada anak-anak memang jarang terjadi tetapi kemungkinan untuk mengembangkan kanker ini bisa saja terjadi pada anak Anda. Jika gejala kanker didiagnosis pada tahap awal, masih banyak kesempatan untuk disembuhkan sepenuhnya.

Kanker ginjal pada anak disebabkan karena pertumbuhan tumor Wilms atau nephroblastomas pada ginjal. Pada anak-anak, kanker ginjal hanya mempengaruhi salah satu ginjal saja.

Para ahli meyakini bahwa pembentukan tumor pada ginjal anak telah dimulai sejak di dalam rahim. Saat janin mulai berkembang di dalam rahim, tumor juga tumbuh secara bersamaan. Berkembangnya tumor tersebut mungkin disebabkan karena paparan radikal bebas selama kehamilan.

Seperti dikutip dari onlymyhealth, Jumat (23/11/2012), Anda perlu waspada jika anak mulai mengembangkan berbagai tanda-tanda dan gejala dari kanker ginjal berikut ini:

1. Pembengkakan dan rasa sakit pada perut
Pembengkakan dan nyeri perut adalah gejala yang paling umum dari kanker ginjal pada anak-anak yang disebabkan karena pembentukan tumor dalam ginjal anak. Umumnya, tumor tidak akan menimbulkan rasa sakit jika ukurannya masih kecil.

Hal ini menyebabkan sulitnya mendeteksi kanker ginjal pada tahap awal.Ketika tumor tumbuh dan mulai membesar, dapat menyebabkan rasa nyeri pada perut anak. Tanda yang paling mencolok adalah peningkatan ukuran popok anak.

Kadang-kadang juga dapat terjadi pendarahan dalam tumor dan menyebabkan rasa sakit yang tak tertahankan, sehingga anak mungkin akan terus-menerus menangis.

2. Darah dalam urin
Jika urin anak berwarna kemerahan atau merah muda, mungkin disebabkan karena adanya darah di dalamnya atau yang disebut dengan kondisi hematuria.

Adanya darah dalam urin merupakan salah satu tanda berkembangnya kanker dalam ginjal anak, di mana tumor telah menginfeksi sel-sel ginjal.

Darah tersebut menunjukkan infeksi pada proses ekskresi. Jika kondisi tersebut muncul, segera periksakan kondisi anak Anda ke dokter.

3. Gejala seperti flu
Anak-anak yang menderita kanker ginjal umumnya menunjukkan gejala mirip flu seperti muntah, demam, mual, dan menggigil. Anak-anak dengan tumor Wilms juga mengalami kehilangan nafsu makan dan menyebabkan penurunan berat badan secara drastis.

Jika kanker telah berkembang menginfeksi organ pernapasan seperti paru-paru, gejala seperti batuk dan sesak napas juga dapat terjadi. Karena gejalanya mirip flu biasa, orangtua biasanya hanya mengobati flu saja tanpa memeriksakannya lebih lanjut ke dokter.

4. Demam tanpa alasan yang jelas
Anak yang mengalami kanker ginjal biasanya akan mengalami demam berulang tanpa alasan yang jelas. Demam tersebut akan sembuh segera sembuh dengan sendirinya, kemudian anak akan berkeringat hebat dan kelelahan yang parah.

(vit/vit)
Bersumber dari : Linda Mayasari - detikHealth

Selasa, 13 November 2012

Waduh, Obat Demam Malah Bikin Bayi Rentan Asma


Jakarta, Jika anak mengalami demam, batuk dan pilek, orangtua seringkali langsung memberi si anak obat batuk dan pilek yang dijual bebas di pasaran yaitu paracetamol atau acetaminophen. Obat ini lebih banyak dipilih karena efek sampingnya yang kecil dan lebih ringan di perut.

Namun sebuah studi baru dari Denmark menemukan bahwa acetaminophen dapat menyebabkan bayi terserang asma. Secara khusus temuan yang dipublikasikan dalam Journal of Allergy and Clinical Immunology ini mengungkapkan bayi yang diberi obat acetaminophen saat terkena demam dan batuk justru berisiko tinggi terkena gejala asma ketika menginjak usia prasekolah.

Bahkan semakin banyak dosis acetaminophen yang diberikan pada bayi maka risikonya terserang gejala asma di awal masa kanak-kanaknya juga akan meningkat.

Kesimpulan ini diperoleh setelah peneliti mengamati penggunaan acetaminophen (yang lebih dikenal dengan merk dagang Tylenol) pada 336 anak terhadap risiko asma pada anak-anak. Keseluruhan partisipan dipantau oleh peneliti sejak lahir hingga berusia 7 tahun dan diketahui seluruh ibu partisipan menderita asma.

Hasilnya dilaporkan 19 persen partisipan menderita gejala asma ketika mencapai usia tiga tahun, termasuk mengi, sesak nafas dan batuk-batuk yang mudah kambuh jika diberi acetaminophen di tahun pertama kehidupannya. Bahkan untuk setiap dua kali lipat konsumsi obat bayi maka risiko asmanya melesat hingga 28 persen.

Tapi gejalanya mulai menghilang ketika partisipan mencapai usia 7 tahun. Ketika mencapai usia itu, hanya 14 persen partisipan yang menderita asma dan risikonya tak lebih tinggi ketika acetaminophen-nya diberikan saat masih bayi.

Peneliti menduga anak-anak penderita asma memang cenderung mengalami infeksi pernafasan yang lebih parah. Tak heran flu yang dialami anak penderita asma juga lebih sering berubah menjadi bronkitis atau pneumonia sehingga mereka jadi lebih banyak diberi acetaminophen untuk menurunkan demamnya daripada anak-anak lainnya.

Hal ini senada dengan studi lainnya yang menyatakan bahwa anak-anak yang sering diberi obat pereda nyeri seperti ibuprofen dan naproxen juga berisiko tinggi terkena asma. Itulah mengapa anak-anak yang mengalami gejala asma lebih cenderung membutuhkan obat-obatan untuk meredakan kondisinya.

"Kendati begitu temuan ini saja tak cukup membuktikan bahwa acetaminophen menyebabkan gangguan pernafasan seperti asma ini. Terlalu dini jika kami menyimpulkan adanya hubungan sebab-akibat diantara keduanya," ungkap peneliti Hans Bisgaard, profesor kedokteran anak di University of Copenhagen.

Pasalnya beberapa partisipan dalam studi ini telah mengonsumsi sejumlah obat pereda nyeri sehingga peneliti kesulitan mengetahui obat manakah yang dikaitkan dengan gejala asma. Lagi pula studi ini hanya melibatkan anak-anak yang berisiko tinggi terkena asma akibat beberapa faktor lain.

Oleh karena itu Bisgaard menyarankan orang tua agar hanya menggunakan acetaminophen ketika benar-benar dibutuhkan saja seperti saat demam.

"Kami ingin menekankan bahwa obat ini memang bermanfaat tapi jika digunakan dengan cara yang tepat," pungkasnya seperti dikutip dari Reuters, Senin (12/11/2012).


(nvt/nvt)
Bersumber dari : Rahma Lillahi Sativa - detikHealth

Kamis, 08 November 2012

Trik Menghadapi 5 Tantangan dalam Berdiet


Jakarta - Menahan 'godaan' saat sedang diet memang tidak mudah. Banyak tantangan yang muncul saat Anda berusaha menjaga pola makan. Baik secara fisik maupun mental. Saat memutuskan berdiet, Anda harus tahu tantangan apa saja yang akan muncul agar bisa menghindarinya. Ini dia lima tantangan yang paling umum dialami orang yang sedang diet, seperti dikutip dari Become Gorgeous.

1. Malas Sarapan
Kesalahan umum yang dilakukan saat diet adalah tidak sarapan. Walaupun membosankan, sarapan dapat mengontrol diet Anda. Tidak sarapan akan menambah rasa lapar dan pada akhirnya Anda akan mengonsumsi makanan lebih banyak. Tidak hanya itu, melupakan sarapan juga menyebabkan gula darah menurun dan menimbulkan keinginan mengonsumsi makanan manis.

Sebaliknya, jika memulai hari Anda dengan sarapan yang sehat dan bergizi, Anda mempunyai simpanan bahan bakar yang cukup sampai waktu makan siang. Oleh karena itu, makanlah buah-buahan segar, sereal berserat tinggi, yoghurt atau telur saat sarapan.

2. Lapar di Tengah Malam
Bagaimana menahan rasa lapar di tengah malam? Pastikan Anda tidak melewatkan sarapan, makan siang, makan malam dan makanan ringan yang sehat. Melewatkan semua itu hanya akan menimbulkan rasa lapar di tengah malam.

Bila rasa lapar terlanjur mendera, minumlah air atau teh herbal yang dicampur madu. Cara ini bisa mengenyangkan perut Anda tanpa menambah asupan kalori yang tidak penting.

3. Membayangkan Makanan
Membayangkan makanan saat diet adalah hal yang wajar. Tapi jangan sampai kebiasaan itu mendorong Anda untuk melahap banyak makanan yang mengandung lemak dan kalori.

Untuk menahan keinginan makan, konsumsilah serat yang banyak. Serat bisa melancarkan sistem pencernaan dan memberi rasa kenyang lebih lama. Jika keinginan makan tetap tidak terelekkan, sepotong kue atau beberapa keping kue kering rasanya tidak masalah, asalkan dalam jumlah yang terkontrol.

4. Terbiasa Makan Cepat
Makan terlalu cepat tidak hanya menyebabkan gangguan pencernaan dan nyeri perut, tetapi juga dapat mengganggu diet. Hasil riset menunjukkan bahwa makan terlalu cepat dapat meningkatkan kegemukan. Ketika makan dengan cepat, tubuh tidak memiliki waktu yang cukup untuk memberi isyarat pada otak bahwa makanan yang dikonsumsi sudah cukup.

Usahakan selalu makan di meja makan, tidak di depan tv. Masukkan makanan ke dalam mulut sedikit demi sedikit, kunyah perlahan, kemudia telan. Harus diingat bahwa makan dengan perlahan dapat memberi waktu pada tubuh untuk menyerap nutrisi.

5. Makanan di Pesta
Hidangan di pesta pernikahan atau pesta ulang tahun teman memang sangat menggiurkan. Tapi coba hitung berapa kalori, gula dan lemak yang dikandungnya. Cara paling efektif untuk menghindari konsumsi makanan berlebih adalah makan sedikit sebelum pergi ke pesta. Bisa memakan buah, sayur atau roti gandum. Pergi dengan perut sedikit kenyang, mencegah Anda kalap dan memakan apa saja di pesta nanti.

Sesampainya di pesta, ambil piring kecil untuk menaruh makanan. Pilih menu yang tidak digoreng atau mengandung santan. Mungkin Anda ingin mencoba daging barbeque atau zuppa soup, boleh saja asal jangan berlebihan. Sebagai pencuci mulut, pilih buah segar atau sepotong kecil pudding tanpa saus fla.


(hst/eya)
Bersumber dari : Hestianingsih - wolipop

Minggu, 04 November 2012

Jangan Panik jika Anak Demam


Demam tinggi pada anak memang berisiko kejang. Namun, jangan panik dulu jika mendapati anak demam. Dengan bersikap lebih tenang, orangtua bisa membantu anak melewati demam tinggi dan menormalkan suhu badannya kembali.

"Pertama kali yang harus dilakukan orangtua adalah tidak panik, lalu ukur suhu anak dan lakukan kompres untuk menurunkan suhu tinggi," papar Shanti, perawat dari divisi training RS Mitra Kemayoran, dalam talkshow Ibu dan Bayi di Balai Kartini beberapa waktu lalu.

Dengan kondisi ibu atau ayah lebih tenang, langkah selanjutnya dalam mengatasi anak demam adalah dengan mengukur suhu tubuh menggunakan termometer. Alat pengukur suhu ini sebaiknya melengkapi obat-obatan di rumah. Cara tradisional mengukur suhu tubuh agar tahu anak demam atau tidak adalah dengan menggunakan tangan.

"Gunakan bagian punggung tangan, bukan telapak tangan, dan tempelkan di bagian tubuh anak untuk mengetahui suhu anak tinggi atau tidak," papar Shanti.

Selanjutnya, kompres tubuh anak dengan waslap yang dibasahi air hangat seperti suhu ruang. Panas dari tubuh anak akan terserap oleh waslap. Menurut Shanti, sebaiknya jangan basahi waslap dengan air dingin, tetapi air hangat. Lalu biarkan beberapa saat hingga mengering, setelah itu basahi lagi.

"Karenanya, saat anak demam, pastikan orangtua menemani anak dan berulang kali mengganti kompres hingga demam turun," katanya.

Kompres ini bisa diletakkan di bagian tubuh tertentu di bagian yang terdapat pembuluh darah, seperti dahi, leher, ketiak, atau lipatan paha. Pada bagian tubuh inilah kompres bisa bekerja maksimal menurunkan suhu tubuh. Langkah ini merupakan pertolongan pertama bagi anak saat demam yang bisa dilakukan oleh orangtua saat di rumah.


Bersumber dari : Wardah Fazriyati - female.kompas.com

Jumat, 02 November 2012

Awas! 4 Hewan Mematikan Ini 'Menjajah' Australia


Jakarta - Musim panas memang asyik buat liburan. Tapi, hati-hati kalau Anda berencana traveling ke Australia. Hewan-hewan buas seperti ular, hiu, ubur-ubur, dan nyamuk akan merajalela di seluruh daerah Negeri Kangguru itu.

Liburan memang pas dilakukan saat musim panas. Anda bisa menikmati matahari, berjemur di tepi pantai, atau mendaki gunung tanpa khawatir turunnya hujan. Tapi hati-hati, musim panas bisa jadi mengancam nyawa kalau Anda traveling ke Australia. Soalnya, hewan-hewan mematikan akan merajalela ke seluruh penjuru negeri.

Ada beberapa hal yang perlu Anda ketahui tentang hal ini. Hewan apa saja, di mana mereka, juga cara menghindarinya. Dari News Australia, Kamis (25/10/2012) sebelum liburan musim panas ke Australia, inilah yang harus Anda perhatikan:

1. Ular

Di seluruh penjuru Australia, dari Darwin sampai Blue Mountains, ular bisa saja merayap di rumput dekat kaki Anda. Para pakar reptil mengatakan pada bulan-bulan hangat, beberapa spesies ular keluar dari sarang untuk berburu, berkembang biak, serta menghangatkan darah dingin mereka.

Tak hanya di lapangan luas atau jalur trekking gunung saja, beberapa ular paling mematikan justru bisa ditemukan di halaman belakang rumah.

"Kami mendapat panggilan di Surry Hills," kata pawang ular bernama Yo Matthew. Surry Hills adalah kawasan pemukiman padat penduduk, hanya 1 km di luar Central Business Dictrict (CBD) Kota Sydney.

Salah satu jenis ular yang paling mematikan adalah Eastern Brown. Ular ini paling banyak ditemukan saat musim panas, sama seperti Red-Bellied Black, Odd Tiger, dan Ular Karpet. Matthews mendapatkan sekitar 2.000 panggilan telepon dari Sydney sampai Blue Mountains.

"Alice Springs adalah wilayah yang paling banyak ular cokelatnya, sementara Darwin adalah kota yang paling banyak penampakan ularnya," kata pakar reptil Northern Territory, Chris Peberdy. Alice Springs adalah wilayah paling tengah Australia.

Sebelum Anda 'jiper' karena ular-ular mematikan ini, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menghindari mereka.

"Hampir semua kasus gigitan ular terjadi pada orang yang berusaha menangkap, atau membunuh ular. Jangan lakukan kedua hal itu. Kalau mundur perlahan dirasa kurang memungkinkan, cobalah diam di tempat dan jangan panik," kata juru bicara New South Wales National Parks and Wildlife. Kalau terlanjur digigit ular, langsung hubungi nomor 000.

2. Hiu

Tahun ini ada 13 kasus penyerangan hiu di Australia, 11 di antaranya hiu putih. Nah, kasus tersebut paling banyak ditemukan di Australia Barat. Di negara bagian ini, 5 orang terkena serangan hiu dan 2 di antaranya meninggal. Setelah itu ada New South Wales (4 kali penyerangan), Australia Selatan (2 kali penyerangan), Victoria (1 kali penyerangan) dan Tasmania (1 kali penyerangan).

John West dari Taronga Conservation Society mengatakan, penyerangan hiu memang sulit untuk diprediksi. Tapi akan bertambah banyak selama musim panas.

"Wilayah dengan populasi cenderung padat lebih berpotensi untuk diserang hiu," katanya.

3. Ubur-ubur

Lokasi diving paling terkenal di dunia, Great Barrier Reef di negara bagian Queensland, bisa jadi sangat bahaya karena banyaknya ubur-ubur. Dua spesies yang harus Anda waspadai adalah Box Jellyfish dan Irukandji.

"Box Jellyfish berukuran besar, berenang cepat dan mereka pintar. Irukanji jauh lebih kecil dan biasa ditemukan sepanjang tahun, tapi jumlah mereka lebih banyak saat musim panas," kata pakar hewan beracun, Colin Sparkes.

Kata Sparkes, kedua spesies ubur-ubur ini menyebabkan kram otot, mual, kemudian rasa sakit yang dahsyat. Lebih ke selatan, Box Jellyfish bisa ditemukan sekitar Gold Coast dan pesisir New South Wales.

Sebelum 'nyemplung' ke air, jangan lupa pakai setelan serba panjang misalnya pakaian selam. Oh ya, pertolongan pertama dengan cara klasik tetap berguna lho untuk sengatan ubur-ubur. Caranya, disiram air kencing.

4. Nyamuk

Dr Cameron Webb dari University of Sydney berkata, kasus paling umum dari nyamuk adalah virus Ross River. Virus ini ditandai dengan gejala seperti influenza, berlanjut jadi sakit menahun.

"Tidak ada area spesifik (ditemukannya kasus ini-red), tapi Perth dan bagian barat daya Australia Barat punya kasus Ross River yang lebih banyak beberapa tahun belakangan," kata Dr Webb.

Beberapa daerah yang digandrungi nyamuk adalah sebelah utara Queensland terutama Townsville. Ini adalah satu-satunya tempat di Australia yang punya wabah demam berdarah.

"Di pesisir timur, dari tenggara Queensland sampai perbatasan utara New South Wales, banyak kemungkinan gigitan nyamuk dan kemungkinan Barmah Forest Virus," lanjutnya.

Sesuai namanya, Barmah Forest Virus berasal dari Hutan Barmah di utara Victoria. Virus ini hanya bisa ditemukan di Australia. Gigitannya memang tidak fatal, tapi Anda harus tetap waspada dengan virus nyamuk ini.

Lalu bagaimana kalau Anda tergigit nyamuk-nyamuk berbahaya ini? Gejala pertamanya sama, demam dan sakit sendi.

"Datangilah dokter umum secepatnya untuk tes darah," kata Dr Webb.

Bersumber dari :  Sri Anindiati Nursastri - detikTravel